Pernikahan Semu (3-habis)

Jumat 03-09-2021,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Terngiang Rintihan si Bungsu

Ternyata tidak semudah yang dibayangkan memisahkan si sulung (Titi, samaran) dan si bungsu (Lili, samaran) dari Magda. Eloknya, Magda pun semakin lengket dengan Titi dan Lili. Ini juga yang tidak dibayangkan sama sekali. Agus dan Magda yang selama ini mampu untuk bertahan tidak saling mendekat, saling menyentuh, entah bagaimana awalnya tiba-tiba sudah bersatu di atas ranjang yang sama. Padahal sebelumnya mereka tidur di kamar terpisah. Celakanya, kebersamaan itu disusul dengan tagihan Koko agar Agus sesegera mungkin menceraikan Magda. “Saya bingung. Jujur, saya mulai sayang kepada Magda,” kata Agus, yang disambung dengan senyum tanpa ekspresi. Ketika hal ini disampaikan kepada Magda, perempuan ini ikut-ikutan bingung. Sebab, dia merasa baru kali ini menemukan keluarga yang sebenarnya. Tidak seperti keluarganya vs Koko yang selalu diwarnai saling curiga, ingin menang sendiri, dan tidak ada kemesraan. Yang ada hanya kesemu-semuan. Semuanya seperti sandiwara. Diakui Agus, hidup serumah dengan Magda memang menimbulkan kenyamanan. Tidak jauh berbeda dengan suasana bersama istri pertamanya yang meninggal karena gerogotan suatu penyakit. Agus meresa cocok vs Magda. Hanya, sebagai lelaki, dia merasa bertanggung jawab harus “mengembalikan” Magda kepada Koko seperti perjanjian semula. Dia tidak mungkin ingkar janji. “Tapi ini bukan permainan, Mas. Sungguh. Kalau memang Mas ingin menjadikan aku sebagai istri Mas, aku bersedia,” kata Agus menirukan ucapan Magda sesaat sebelum dia berangkat ke PA. “Sekarang kembali kepada kita,” tegas Magda. “Bagaimana janjiku ke Koko?” tanya Agus kepada Magda, minta pertimbangan. “Mas Koko memang pernah menjadi suamiku. Tapi kami sudah cerai. Jadi, sudah tidak ada urusan dengan kita,” kata Magda memberi dorongan. “Baiklah. Akan kupikirkan,” kata Agus. Sudah lebih dari seminggu perbincangan Agus dengan Magda itu berlalu. Agus belum mengambil keputusan. Dia merasa berdiri di simpang empat. Tidak tahu haru ke mana melangkahkan kaki. Hingga suatu pagi Agus keluar rumah tanpa tahu arah. Pokoknya melangkah. Naik motor. Belok kanan. Belok kiri. Serong. Lurus. Berhenti di lampu stopan. Begitu seterusnya. Sampai tanpa terasa motornya berhenti di gedung PA, Jalan Ketintang. Agus turun dari motor, masuk, dan duduk bersama para tamu di ruang tunggu. Berbagai pikiran bersliweran. Suara Magda. Suara Titi dan Lili. Suara Koko. Semua saling menyeruak berebut masuk telinga. Agus bingung. Terakhir terdengar rintihan Lili saat sakit, sekitar dua minggu yang lalu. Lalu dengan lembut Magda merangkulnya dan membisikkan kata-kata semangat di telinga Lili. “Lili harus sembuh. Mama, Papa, dan Kakak menunggu Titi sembuh dan kita bersama-sama pergi pantai. Oke?” gumam Agus sebelum berteriak, “Tidak. Aku tidak mau menceraikannya.” (jos, habis)
Tags :
Kategori :

Terkait