Promosi Klinik Palsu dan Produk Bodong, Dokter David Hendrawan Diadili

Kamis 02-09-2021,19:30 WIB
Reporter : Ferry Ardi Setiawan
Editor : Ferry Ardi Setiawan

Surabaya, memorandum.co.id - David Hendrawan, didakwa menyebarkan berita bohong terkait nama Klinik D'Mitra yang dicantumkan dalam website yang digunakan untuk promosi adanya pengobatan nyeri sendi dan rematik. "Bahwa sekitar 2014-2015 terdakwa dokter tenaga kesehatan, David Hendrawan telah menggunakan website https://dmirta.com/ untuk media promosi terapi terapi yang diselenggarakan oleh terdakwa," tutur jaksa penuntut umum (JPU) Novan saat membacakan surat dakwaannya di Pengadilan Negeri (PN Surabaya, Kamis (2/9/2021). Website tersebut, sambung JPU, telah memuat tentang informasi eletronik atau berita mengenai adanya klinik yang bernama D’Mirta yang beralamat di Jalan Dharmahusada Utara, Surabaya (klinik pusat) dan di Jalan Bango, Malang (klinik cabang). Atas promosi tersebut, saksi Tedjo Angkoso yang menderita nyeri di bagian punggung, berusaha menghubungi klinik tersebut. Setelah saksi Tedjo Angkoso tiba di lokasi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam website tersebut, ternyata klinik tidak sesuai dengan yang terdapat pada website. "Ternyata di lokasi bukanlah sebuah klinik bernama D’Mirta melainkan hanya tempat praktik pribadi (perorangan dengan papan nama bertuliskan Praktik Dokter, dr David Hendrawan)," beber JPU Novan. Lebih lanjut, terdakwa kemudian merawat Tedjo. Perawatan yang dilakukan kali pertama adalah Genupuncture (terapi akupuntur). Jika tidak ada perubahan baru dilakukan Stemcell AGF (Auto Logus Growthfactor). "Akhirnya saksi Tedjo Angkoso mau diterapi genupuncture dan membayar biaya terapi Rp 700 ribu," kata JPU. Seminggu kemudian, saat saksi datang kembali, ternyata tidak ada perubahan. Terdakwa kemudian menyarankan agar saksi menjalani terapi Stemcell AGF (auto Logus Growth Factor). "Stemcell tersebut disuntikkan kembali ke bagian tubuh pasien yang sakit, untuk terapinya seharga Rp 1,9 juta. Atas perawatan yang kedua dan juga pertama sehingga totalnya Rp 2,6 juta," ungkap JPU. Tak cukup sampai disitu, terdakwa kemudian juga menyarankan apabila tidak ada perubahan, maka perlu dilakukan terapi ozon dan terapi injeksi embrio domba. "Bahwa setelah mengetahui metode stemcell yang dilakukan oleh terdakwa tidak sebagaimana harusnya, saksi melaporkan ke Polda Jatim," terang JPU. Bahwa setelah diperiksa secara laboratories di laboratorium pusat pengembangan dan penelitian Stemcell Universitas Airlangga dan laboratoirum Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta terhadap produk embrio domba dengan merek Cherro yang ditawarkan dan sudah disiapkan terdakwa untuk disuntikkan ke tubuh pasien, ternyata tidak mengandung sel hidup sehingga oleh ahli stemcell dinyatakan bukan merupakan produk stemcell. "Bahwa terhadap produk embrio domba dengan merek Cherro tersebut tidak memiliki izin edar dari BPOM hal tersebut dapat diketahui dari tampilan kemasannya yang tidak tercantum nomor register edar dari BPOM," tandas JPU. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 28 ayat (1) jo pasal 45 ayat (1) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 197 UU RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) huruf a dan f UU RI Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal 204 ayat 1 KUHP serta pasal 378 KUHP. (mg-5/fer)

Tags :
Kategori :

Terkait