Libur Nasional Mainan Baru

Sabtu 14-08-2021,11:11 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Pekan ini ada keputusan aneh dari pemerintah. Keputusan yang tidak lazim, meski tak kuat mempengaruhi kehidupan rakyat. Berdasarkan penanggalan masehi, pada 10 Agustus (lalu) adalah Tahun Baru Islam 1443 H. Itu berarti menjadi hari libur nasional yang dinikmati seluruh rakyat Indonesia. Tetapi faktanya, hari tersebut rakyat Indonesia tidak libur setelah pemerintah menggeser liburnya jadi 11 Agustus. Keputusan ini menjadi pembicaraan khalayak. Ada yang pro tapi ada yang kontra. Yang pro menegaskan tidak masalah, yang penting harinya tetap diperingati sebagai tahun baru Islam meski liburnya ditunda sehari setelahnya. Yang kontra menegaskan keputusan pemerintah ini mengganggu rakyat beragama Islam. Akibatnya, keterbelahan rakyat negeri ini kian (terlihat) mencuat di tengah pandemi Covid-19 yang penanganannya tak kunjung selesai sejak ditangani tahun lalu. Tak hanya itu, gak salah juga yang kontra berpikir dan memahami pemerintahan era Presiden Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin tak cukup mengerti soal makna tahun baru Islam. Atau sebaliknya, mengerti tapi acuh saja terhadap peringatan hari besar umat Islam. Alhasil ketika memutuskan menunda hari libur tahun baru Islam tak berpikir panjang mengingat hal demikian bukan masalah besar. Lantas muncul pertanyaan, pekan depan ada peringatan hari proklamasi Republik Indonesia yakni pada 17 Agustus yang jatuh hari Selasa persis seperti tahun baru Islam, mengapa pemerintah tak menggeser libur peringatan proklamasi seperti halnya peringatan tahun baru Islam? Seharusnya, menelaah perjalanan maupun kebijakan pemerintahan saat ini, pemerintah bersikap konsisiten melakukan penggeseran hari libur kalau mau dikatakan adil. Apalagi ini hari besar negara Republik Indonesia yang selama bertahun-tahun selalu ramai dan mengundang kerumunan mulai di kampung-kampung hingga di pertokoan atau mal atau tempat-tempat umum lain, tentu sangat tepat mengingat alasan apa pun yang diputuskan pemerintah kondisinya sama dengan penggeseran peringatan libur tahun baru Islam. Yakni; negara sedang pandemi Covid-19 tidak boleh ada kerumunan, tidak boleh ada perayaan dengan cara offline, dan bla-bla-bla…dan seterusnya. Begitu pula di pekan-pekan berikutnya saat libur nasional seperti Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada Selasa 19 Oktober dan Hari Natal pada Sabtu 25 Desember, pemerintah konsisten memutuskan menggeser hari liburnya sesuai SKB (surat keputusan bersama) tiga menteri, Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Penayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi hingga ada yang berpandangan menggeser libur hari besar nasional sebagai mainan baru selain dikatakan sebagai pemerintah yang adil. Nah, sebagai rakyat ada baiknya berdiam diri. Diam adalah emas. Itu kata pepatah yang sampai kini masih laik guna.(*)        

Tags :
Kategori :

Terkait