Wakaf dan Tata Kelola

Sabtu 31-07-2021,20:31 WIB
Reporter : Aziz Manna Memorandum
Editor : Aziz Manna Memorandum

Oleh:

Nur Suci IMM Dosen Universitas Hayam Wuruk Perbanas Surabaya

  Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 10,14 persen, menurun 0,05 persen poin terhadap September 2020 dan meningkat 0,36 persen poin terhadap Maret 2020. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 27,54 juta orang, menurun 0,01 juta orang terhadap September 2020 dan meningkat 1,12 juta orang terhadap Maret 2020. Data ini menjadikan perhatian kita semua, bagaimana terlepas dari kemiskinan ini. Dalam Islam terdapat tiga elemen penting yang berkaitan dengan kehidupan sosial yaitu berupa Zakat, Infaq dan Sedekah serta wakaf (ZISWAF). Ketiga elemen ini secara strategis berperan sebagai instrumen sosial yang membantu menjaga pemenuhan kebutuhan masyarakat yang kurang mampu. Ketiga elemen tersebut sebenarnya bukan hal baru, namun saat ini sedang digerakkan terutama terkait dengan elemen Wakaf. Berkaitan dengan wakaf terdapat beberapa unsur menurut UU No. 41 Tahun 2004 dan PP No. 42 Tahun 2006, diantaranya : 1.Benda Wakaf yaitu harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif; 2. Wakif, Pihak yang mewakafkan harta benda miliknya; 3. Nadzir yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya; 4. Ikrar Wakaf merupakan pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya dan; 5. Mauquf Alaih yaitu penerima manfaat benda wakaf. Pada pembukaan acara webinar nasional “Era Baru Perwakafan Melalui Transformasi Digital dan Penguatan Ekosistem merupakan kolaborasi antara Bank Indonesia, Badan Wakaf Indonesia (BWI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) serta merupakan bagian dari rangkaian Road to Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2021, Ketua Badan Wakaf Indonesia, Muhammad Nuh menyampaikan, saat ini Indonesia telah memasuki era baru (kebangkitan) perwakafan nasional. Hal ini ditandai oleh tumbuhnya kesadaran kolektif lintas struktur sosial untuk berwakaf, penggunaan teknologi dalam mengelola perwakafan, kesadaran dalam mengelola aset wakaf berbasis good Waqf governance, diversifikasi harta khususnya wakaf uang yang lebih mudah dan fleksibel, penggunaan Cash Waqf Linked Sukuk sebagai instrumen yang terjamin keamanannya dan kepastian hasilnya, serta sinergi antara Islamic Sosial Finance dengan Islamic Comercial Finance semakin kuat. Berkaitan dengan basis good Waqf governance, maka hal ini dapat dikaitkan dengan corporate governance (CG) yang menurut Niki Lukviarman bahwa sistem CG dapat dideskripsikan sebagai perangkat berupa struktur dan mekanisme yang menyediakan aturan main serta regulasi yang akan digunakan organisasi di dalam menjalankan aktivitasnya untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini tentunya yang perlu mendapat perhatian bagi pengelola wakaf (Nadzir). Dalam pengelolaanya Nadzir membutuhkan dukungan sistem akuntansi dan sistem informasi manajemen yang memadai agar mendapatkan informasi yang actual yaitu berupa laporan keuangan. Sudah selayaknya wakaf dikelola secara professional, karena berkaitan dengan kepentingan umat dan bersifat sosial. Nadzir bisa berbentuk organisasi, badan hukum ataupun perseorangan. Menurut Syafi’i Antonio, dalam pengelolaan wakaf yang profesional terdapat tiga filosofi dasar, yaitu; pertama, pola manajemennya harus dalam bingkai proyek yang terintegrasi. Kedua, mengedepankan asas kesejahteraan Nadẓir, yang menyeimbangkan antara kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang diterima. Ketiga, asas transparansi dan akuntabilitas. Transparansi, artinya dalam mengelola wakaf harus menerapkan prinsip keterbukaan informasi kepada para pemangku kepentingan. Diharapkan dengan era digitalisasi, maka pemanfaatan teknologi digital, transparansi pengelolaan wakaf diharapkan akan semakin meningkat. Saat ini Badan Wakaf Indonesia (BWI) telah mencanangkan program pengembangan perwakafan berbasis data dan transformasi digital dalam pengelolaan wakaf. Langkah strategis ini perlu kita apresiasi dan didukung. Sedangkan Akuntabilitas yang ada pada lembaga wakaf akan berimplikasi pada semakin kuatnya legitimasi sosial, dimana lembaga itu akan mendapat public trust. Legitimasi dari masyarakat akan menaikkan dukungan masyarakat dalam pengelolaan wakaf. Peraturan perundang-undangan sebenarnya telah menegaskan keharusan penegakan akuntabilitas lembaga wakaf. Misalnya, UU No. 41 Tahun 2004 pasal 11 mewajibkan Nadẓir melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI). Pengelolaan wakaf yang dikelola secara profesional ditandai dengan prinsip manajemen yang tepat, sehingga terwujud lembaga wakaf yang memenuhi prinsip-prinsip Good Governance atau tata kelola lembaga wakaf yang baik. Dalam konteks lembaga wakaf, membangun dan mengembangkan Good Governance diperlukan kerjasama antara lembaga dan seluruh elemen pengelola wakaf. Mengacu kepada Pedoman Good Corporate Governance (GCG) Indonesia 2006, terdapat 4 nilai dalam GCG yang harus ada dalam perusahaan. Nilai ini dapat diadopsi untuk yayasan (sebagai pengelola wakaf) yaitu Transparansi (transparency), Akuntabilitas (accountability), Tanggungjawab (responsibility), Independensi (Independency), Kewajaran (Fairness). Dengan tata kelola yang lebih baik, keberadaan dan kebermanfaatan Wakaf menjadi semakin dapat dirasakan umat. (*)   *memorandum.co.id tidak bertanggung jawab atas isi opini. Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis seperti yang diatur dalam UU ITE      
Tags :
Kategori :

Terkait