Sahabat Kenthel Banget (4-habis)

Senin 26-07-2021,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Tabungan untuk Modal Usaha

Keesokan harinya, dengan susah payah karena keterbatasannya, Hasan benar-benar merealisasikan tekadnya. Menemui pengacara untuk minta tolong menguruskan perceraian. Sendirian. Tanpa pamit keluarga. “Tadi pagi dia datang kemari,” kata pengacara Hasan, sebut saja Ikin, tiba-tiba dari ruang lain. Ikin mengaku menyarankan Hasan berbicara baik-baik dulu dengan istrinya sebelum mengambil keputusan cerai. Sebab, siapa tahu sebenarnya tidak ada apa-apa antara istrinya dan Amin. Hanya ada kesalahpahaman. Ikin lantas mengode Memorandum untuk masuk ke ruang dalam, sepertinya untuk menjauh dari Hasan. Setelah agak jauh, katanya kemudian, “Pak Hasan penderita pascastroke. Mentalnya sering labil. Bisa saja dia terlalu tergesa-gesa dalam bertindak dan mengambil keputusan. Tolong bantu memberi pengertian.” Memorandum lantas kembali menemui Hasan dan mengajaknya berbincang. Sementara itu, Ikin menemui klien lain. Maka, meluncurlah cerita seperti tertulis di atas. Kalau merasakan gaya bicara Hasan yang kadang disertai tatapan kosong, bisa jadi pendapat Ikin benar. Situasi kejiwaan Hasan tidak stabil. Kami lantas bicara ngalor ngidul untuk mengarahkan pikiran Hasan lebih fokus pada situasi keluarganya. Pada saat kami sedang gayeng, mendadak tanpa kami sadari muncul dua orang di dekat kami. Hasan yang menyadari terlebih dulu menyadari kehadian mereka. “Ngapain kalian kemari?” tanya Hasan sewot. Ternyata mereka Amin dan putra sulung Hasan, sebut saja Doni. Amin menjelaskan bahwa tadi ditelepon Doni, yang memberi tahu ayahnya diam-diam pergi dari rumah. Amin lantas nyamperin Doni, kemudian melacak keberadaan Hasan dengan bertanya ke sana-kemari. Mendengar itu, Hasan diam saja. “Ngapian kamu ke sini San?” tanya Amin kepada Hasan. “Mau ceraiin Yuni?” imbuh Amin. Hasan diam. “Kenapa? Cemburu sama aku?” imbuhnya lagi. Hasan masih diam. “Yuni yang cerita sama aku, San. Katanya kamu cemburu lihat kami dekat-dekatan. Begitu?” Hasan masih juga diam. Amin lantas mengaku kecewa atas sikap Hasan yang begitu mudah memvonis dirinya sebagai perebut istri orang (petrior). “Kamu anggap apa aku ini? Kita berteman sudah sangat lama, San. Sudah sejak kecil. Mana mungkin aku punya pikiran kotor seperti itu?” Hasan bergeming pada sikap diamnya. “Ayo kita pulang. Kamu harus berterima kasih punya istri seperti Yuni yang kuat bertahan di sisimu di saat kau jatuh. Yuni bahkan rela tabungannya untuk modal demi kelangsungan roda keluarga.” Amin kemudian menjelaskan bahwa akhir-akhir ini Yuni memang minta tolong diajari cara berbisnis online. Dengan sabar Amin pun mengajari Yuni menjalankan usaha resailer yang tidak membutuhkan modal besar. Amin membantunya full. “Demi kamu San. Kamu. Demi keluarga teman,” tegas Amin. Hasan masih diam. Dia lantas meraih tangan Amin untuk dijabat. “Maafkan aku, Min,” katanya lirih. (jos, habis)      
Tags :
Kategori :

Terkait