Surabaya, memorandum.co.id - Wahyu Buana Putra Morita tampak tertatih saat digiring petugas di Mapolrestabes Surabaya. Kaki kirinya terlihat diperban karena ditembak petugas. Wajahnya hanya bisa tertunduk dan kedua tangannya terikat tali plastik. Pria 46 tahun itu terlihat penuh penyesalan dan menangis saat ditanya sejumlah wartawan. Wahyu bercerita jika dirinya tega memukul korban, JM dengan paving karena dengan harapan bocah itu pingsan. Tapi perbuatan sadisnya itu malah kebablasan dan mengakibatkan korban akhirnya tewas setelah dirawat di RSUD dr Soetomo selama sepekan. "Saya tidak niat membunuhnya pak. Sewaktu saya pukul korban dengan paving, kedua mata saya memejamkan mata karena tidak tega," ungkap Wahyu menangis terbata-terbata. Saat pukul paving, masih kata Wahyu, korban sedang duduk di kamar dan bermain HP dengan kedua anaknya. Setelah mengetahui kekerasan yang dilakukan, anak-anaknya hanya bisa tertegun dan terlihat panik. Selanjutnya, Wahyu mengambil HP milik JM dan langsung mengajak mereka pergi. "Saya lari ke arah Jalan Banyuurip bersama kedua anaknya. Dan sempat menjual HP milik korban seharga Rp 500 ribu di daerah Simo untuk bekal ke Tanggerang," beber Wahyu. Selama dalam perjalanan, Wahyu bersama kedua anaknya menumpang kendaraan orang lain dan terkadang menumpang kendaraan umum. "Kadang saya minta belas kasihan orang lain agar diberi uang. Saya bingung karena bekal sudah habis buat makan," ujar dia. Dalam keadaan bingung, Wahyu tidak punya tempat tujuan untuk melarikan diri ke mana. Hingga akhirnya pergi ke Tanggerang karena ada keluarga di sana. Wahyu mengungkapkan, selama dalam perjalanan, dia melintasi Krian, Sidoarjo, Mojoketo, Solo, Kertosuro, Yogyakarta , Wates Purworejo, Kebumen, Purwokerto, Tasikmalaya, Cileunyi Bandung. Kemudian di Kampung Rambutan Jakarta, Cijantung Jakarta, dan sampai di Masjid Al-Araaf Perum Bukit Cirende Pondok Cabe Hilir Pamulang Tangerang Selatan. Sebelum akhirnya ditangkap polisi. "Selama perjalanan, saya selalu beristirahat di tempat umum, seperti masjid, musala, depan toko atau warung, halte," tutur Wahyu. Dia terpaksa melakukan perbuatan keji ini karena bingung. Di Surabaya mencoba hidup dengan berdagang, tapi selalu gagal. Hingga akhirnya tidak punya uang lagi. Untuk makan, dia bersama kedua anaknya utang di warung karena sudah tidak punya uang lagi. Hingga akhirnya berniat pulang kampung. Karena tidak punya bekal, hingga akhirnya timbul ide untuk mencuri HP milik korban untuk dijual. "Hasil penjualan HP saya pergunakan sebagai bekal di Tanggerang," pungkas Wahyu. (rio/fer)
Panganiayaan Bocah Kupang Panjaan, Tidak Ada Niat Membunuh
Jumat 11-06-2021,20:51 WIB
Editor : Ferry Ardi Setiawan
Kategori :