56 Sekolah Swasta Terancam Gulung Tikar

Jumat 28-06-2019,07:23 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

SURABAYA - Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di Surabaya terancam gulung tikar. Sebab, banyak siswanya yang pindah ke SMP negeri seiring dengan penambahan pagu oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Surabaya, Moh Kholil, mengatakan, penambahan pagu di SMP negeri memang menggerus jumlah siswa di SMP swasta. Ia mencontohkan SMP Wachid Hasyim 7 di Benowo itu harus kehilangan 70 siswa atau sama dengan dua kelas. Para siswa yang sudah mendaftar di SMP tersebut, akhirnya pindah ke SMP negeri setelah ada penambahan pagu baru. "Ada 56 SMP swasta yang harus kehilangan siswa gara-gara pindah ke SMP negeri,” tegas Moh Kholil yang juga sebagai sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Kota Surabaya. Dia menambahkan, SMP swasta di Surabaya kehilangan sekitar 523 siswa karena pindah ke negeri. Itu akan terus bertambah karena masih ada SMP swasta yang belum melaporkan kondisi tersebut. “Yang paling banyak ya di SMP Wachid Hasyim 7 itu,” tegas dia. Banyak kepala sekolah mengeluhkan kondisi ini akan berdampak terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar di SMP swasta. Karena kurang kelas dan siswa, akan mengurangi jam mengajar para guru terutama yang sudah bersertifikasi karena dituntut 24 jam. "Satu kelas itu minimal 20 siswa. Di bawah itu akan berdampak pada sekolah, terutama pada pendapatan. Jika kurang dari 10 siswa akan dimerger,” ungkap dia. Dengan kondisi ini, BMPS akan mengajukan protes ke dinas pendidikan. Sebab, penambahan pagu ini jelas melanggar Permendikbud 51/2018. Padahal, BMPS bersama dinas pendidikan berkomitmen bahwa satu kelas diisi 32 siswa dan tidak boleh lebih. "SMP swasta itu membantu mencerdaskan kehidupan bangsa, ya harus diperlakukan seadil-adilnya. Bukan dianaktirikan dan dimarginalkan karena dianggap tak mampu. Padahal, sekolah swasta juga banyak yang baik,” beber dia. Soal rencana unjuk rasa yang dilakukan BMPS Kota Surabaya yang akan melibatkan guru dan kepala sekolah swasta ke Kantor Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Kholil menegaskan, rencana tersebut diundur. Seharusnya Kamis (27/6), namun tak mendapatkan izin dari polisi sehingga diundur Selasa (2/7). “Dalam aksi nanti, kami akan menyampaikan pelanggaran atas kesepakatan bersama yang dilakukan dinas pendidikan dan juga permendikbud. Kami meminta agar ada jalan keluar terhadap kondisi seperti ini,” tegas dia. Kholil menambahkan, ketika dinas pendidikan memberikan mitra warga ke swasta memang disambut baik oleh BMPS. Ternyata ketika pemetaan di lapangan, mitra warga yang masuk ke SMP swasta itu banyak yang mampu sehingga mereka memilih keluar dari jalur mitra warga. Kondisi juga dikeluhkan pengurus Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP swasta Surabaya, Ida Kristiana. Dia mengatakan, kebijakan penambahan pagu untuk SMP negeri ini sangat merugikan sekolah swasta. Awalnya ada kesepakatan antara MKKS dengan dinas pendidikan, bahwa bangku masing-masing kelas baik negeri maupun swasta itu adalah 32 siswa. "Yang menjadi kesepakatan, ternyata dilanggar dinas pendidikan. Maka yang menjadi korbannya adalah sekolah swasta,” tegas dia. Sementara itu, Kepala Dispendik Surabaya, Ikhsan mengatakan, kebijakan penambahan pagu yang diambil Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini setelah berkonsultasi dengan pusat. “Dukungan bapak ibu semua ini akan kami sampaikan kepada ibu wali kota,” kata Ikhsan. Kebijakan penambahan pagu yang dilakukan dalam PPDB SMP jalur zonasi umum saat itu adalah jalur zonasi penambahan pagu dan jalur zonasi penambahan pagu apresiasi NUSBN. Ikhsan menjelaskan, jalur zonasi penambahan pagu merupakan jalur zonasi untuk menampung siswa yang tidak lolos dalam seleksi jalur zonasi umum yang dirangking berdasarkan NUSBN sebagaimana pilihan dalam pendaftaran zonasi umum. Kemudian, jalur zonasi penambahan pagu apresiasi NUSBN merupakan jalur zonasi untuk menampung siswa yang tidak lolos dalam jalur zonasi umum dan jalur zonasi kategori penambahan pagu dengan kriteria NUSBN siswa adalah rata-rata 8 dan ditempatkan pada sekolah yang masih dapat menampung peserta didik. “Ibu wali kota ingin menjaga semangat dan harapan anak-anak ini,” tutur dia. Ikhsan mengungkapkan, saat ini Pemkot Surabaya sedang membuat formulasi. Di mana bantuan operasional pendidikan daerah (Bopda) sekolah swasta tidak lagi dihitung per siswa, melainkan dihitung per rombongan belajar (rombel). “Saat ini sedang kita siapkan formulasi itu,” pungkas dia. (udi/be)

Tags :
Kategori :

Terkait