Banyak yang mengatakan, wujud sayang terhadap istri berbeda amat tipis dengan takut terhadap istri. Sebab, demi istri, seorang suami sering rela berbuat sesuatu yang tidak semestinya. Menurut Anda, tergolong suami manakah yang tulisannya termuat di bawah ini?
Saya pernah jam setengah dua malam keluar nyari nasi goreng karena istri lagi ngidam. Jalanan sepi, gelap, dingin. Andai ada begal atau ketemu suster ngesot di tengah jalan, saya nggak peduli. Demi istri.
Saya termasuk tipe suami penyayang. Dan salah satu wujud rasa sayang itu, dengan membantu melakukan pekerjaan rumah tangga. Kasihanlah istri, sudah pontang-panting dari pagi sampe malem.
Dengan sukarela saya nyuci piring, nyapu atau ngepel, meski gak tiap hari. Kalau pas datang rajinnya aja sih. Saya gak merasa menjadi hina hanya karena melakukan hal itu.
Namun, sepertinya masyakarat kita memandang bahwa pekerjaan perempuan haram dilakukan laki-laki. Saya juga tidak keberatan menggantikan istri berbelanja kebutuhan dapur ke tukang sayur ketika dia sedang sibuk memasak atau mencuci pakaian. Juga, menjemur pakaian setelah dia cuci.
Ketika tugas istri diambil alih, kesannya suami gak punya harga diri, istri pemalas atau laki-laki di bawah ketiak istri.Ini yang saya tangkap ketika lagi nyapu dan ngepel halaman, kemudian dilihat tetangga. Dari sorot matanya, seolah mereka berkata, “Dasar suami penakut, mau-maunya disuruh istri. Pasti istrinya lagi main HP, WA-an.”
Padahal istri saya sedang nyuci di belakang dan juga memasak. Tetangga mah emang gitu. Kadang ada yang mulutnya seperti nasi padang pake karet merah dua. Puedes.
Lagian saya ikhlas kok ngelakuin itu. Serius. Mencium aroma super pel serta menatap keramik yang kinclong justru memunculkan endorfin buat saya. Rasul saja pernah menambal pakaian sendiri, memerah susu dan melayani diri beliau sendiri. Kenapa kita mesti malu, jaim dan gengsian.
Jadi gak perlulah kita takut istri, atau istri yang takut suami. Masing-masing punya hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Jalankan saja sebaik mungkin, saling menghormati, saling menjaga dan merawat cinta kasih.
Selain itu, komunikasi juga menjadi hal yang penting. Semua bisa beres jika dibicarakan. Tapi jangan hobi ngobrol atau curhat sama istri orang. Bahaya. Awalnya sih hanya butuh teman bicara, lama-kelamaan kamu ketahuan pacaran lagi.
Kalaupun pengen nge-time, nongkrong sama teman, ikutan futsal atau ngopi-ngopi cantik, bilang aja baik-baik. Asal tetep bisa atur waktu, gak macem-macem dan tahu diri, pasti diijinkan pasangan.
Yang justru perlu kita takuti adalah jika istri tak bahagia karena ulah kita. Takut apabila hatinya merintih terluka karena perbuatan suami yang nggak bener. Saya juga tidak keberatan bila di saat jagongan sore dan sedang duduk-duduk di teras bersama anak-anak, istri mengambil HP saya dan mengutak-utiknya. Bagaimana Anda? Berani? (*)