Keluar-Masuk Panti Pijat Plus-Plus, Nyamar di Balik Baju Takwa

Sabtu 11-05-2019,10:08 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Meski sudah tahu kelakuan suami, Ningsih masih berusaha menghibur diri. Dia menganggap wajar sikap Jono, yang dilakukan pada usia puber kedua. Nanti kan sembuh sendiri, begitu pikirnya. Buktinya, sebelum ini Jono tidak pernah berbuat yang aneh-aneh. Ternyata akhir-akhir ini Nana diam bukan karena takut dimarahi tentenya dan ceritanya tidak dipercaya. Lebih dari itu. Nana mencoba mencari bukti-bukti lain bahwa Jono yang selama ini dinilai sebagai lelaki baik-baik oleh sang tante faktanya mbelgedes. Jono tidak lebih dari musang berbulu domba, pemuja syahwat yang menyamar di balik baju takwa. Untuk mendapatkan bukti-bukti tersebut, hampir sebulan, tiap hari Nana selalu membuntuti ke mana pun omnya pergi dan apa saja aktivitasnya. Usaha Nana tidak sia-sia. Sekitar 30 hari rajin mengekori Jono, enam hari di antaranya Nana memergoki lelaki tersebut masuk panti pijat. Bukan pijat biasa, melainkan panti pijat plus-plus di area Mayjen Sungkono dan HR Muhammad. Satu lagi Nana lupa tempatnya. Pokoknya di tengah kota. “Begitulah cerita Nana,” kata Ningsih. Perburuan itu dilakukan Nana bersama sahabatnya. Mereka berboncengan motor dan selalu menutup wajah agar tidak mudah dikenali bila terpaka harus berhadap-hadapan. Tak hanya lisan, Nana melengkapi ceritanya dengan foto-foto saat Jono memasuki tempat pijat, kafe esek-esek, rumah karaoke, dll, dsb, dst. Semua lengkap. Ada satu kejadian yang tidak bakalan dilupakan Nana. Waktu itu dia dan temannya sedang membuntuti Jono masuk panti pijat di kawasan HR Muhammad. Ketika Jono berjalan dari tempat mobilnya diparkir, Nana menstandarkan motornya. Saat itulah tutup wajahnya hampir lepas. Padahal, pada saat bersamaan Jono sedang melintas tepat di depannya dan sempat menoleh. Ada yang lebih membikin deg-degan. Saat Nana berusaha mengambil gambar Jono sambil medekati pintu masuk panti pijat, tak disadari keduanya, gadis-gadis ini diawasi penjaga panti. Keduanya didekati petugas tadi. Dada Nana sempat deg-deg ser. Dia tak mungkin menghindar. Terpaksalah petugas itu dihadapi. “Mbak-Mbak mau ketemu bos ya? Ada yang bisa saya bantu. Jangan sungkan-sungkan,” kata sang petugas. Nana dan temannya tidak bisa menjawab. Mereka hanya saling pandang tanpa membuka tutup wajah. Petugas tadi tersenyum. “Aku paham. Mbak-Mbak mau melamar kerja di sini ya? Kebetulan kami membutuhkan tiga terapis. Kapan hari ada tiga atau empat terapis yang left.” Nana dan temannya kembali saling pandang. Mereka masih juga diam. Tapi, tanpa disadari, mereka mengangguk hampir bersamaan. “Baiklah. Tunggu sebentar. Terserah, di sini atau di dalam. Aku tak lapor Bos.” Petugas itu kemudian terlihat sibuk berbicara melalui HT. Bukan HP. Makin lama makin menjauh. Sepertinya ada pembicaraan yang tidak boleh terdengar Nana dan temannya. Kesempatan ini digunakan Nana dan temannya untuk kabur. Mereka berjalan pelan-pelan menuju tempat motornya diparkir, menghidupkan mesinnya, dan tancap gas. (bersambung)

Tags :
Kategori :

Terkait