Oleh: Dahlan Iskan
YANG dag-dig-dug sekarang ini bukan hanya Donald Trump —yang tertinggal 13 persen dari rating Joe Biden. Juga banyak calon anggota senat dari Partai Republik. Gegara elektabilitas Trump merosot mereka pun terancam oleh caleg dari Partai Demokrat.
Salah satunya adalah Lindsey Graham dari South Carolina. Ia sudah menjadi anggota Senat sejak tahun 2003. Namanya top sekali. Sekarang pun menjadi ketua komisi hukum.
Di Pemilu sekarang ini Graham maju lagi. Agar bisa menjadi anggota Senat lima periode.
Sebelum itu pun Graham sudah menjadi anggota DPR dua periode. Sejak umur 40 tahun. Dan sebelumnya lagi sudah menjadi anggota DPRD negara bagian itu.
Kini umur Graham 65 tahun. Matang-matangnya politisi. Maka pengacara yang bergelar doktor hukum ini ingin terus menjadi senator.
Tapi kayaknya sulit.
Kali ini calon dari Partai Demokrat kuat sekali: Jaime Harrison. Lebih muda: 44 tahun. Intelektual kulit hitam. Belum pernah jadi apa pun —kecuali ketua partai tingkat negara bagian. Ups... Juga pengurus partai tingkat federal.
Tahun lalu ratingnya kalah jauh dari Graham. Tapi Graham merosot terus. Sejak ia jadi bunglon. Ia berubah menjadi pendukung-buta Presiden Trump. Padahal di Pilpres yang lalu Graham pengecam Trump yang paling depan.
Minggu ini posisi Graham sangat terancam. Bahkan sudah disalip Harrison. Sampai tertinggal 5 persen.
Harrison punya banyak trik.
Waktu debat antar caleg di dapil mereka dua minggu lalu Harrison membawa kaca besar. Kaca itu ia taruh di antara dirinya dan Graham. Harrison ingin menerapkan kehati-hatian di masa Covid-19.
Sekaligus menyindir Graham yang meremehkan Covid.
Hari ini mestinya memasuki debat yang kedua. Harrison kembali bikin manuver: minta agar Graham melakukan test swab dulu. Mengapa? Karena Graham baru saja berhubungan dekat dengan anggota-anggota senat yang positif Covid-19.
Graham menolak test.
Harrison pun tidak mau datang ke arena debat. Mengapa tidak membawa lagi saja kaca yang dulu itu?
Graham menyatakan akan tetap datang ke arena debat. Kalau ia tidak datang itu urusannya sendiri. Begitu kata Graham.
Harrison selalu mengusung tema jaminan kesehatan yang diprakarsai Presiden Barack Obama dulu. Graham sebaliknya.
Menurut analis di Amerika, ada 7 dapil yang kini siap terbalik. Yang selama ini selalu dikuasai Republik terancam pindah ke Demokrat. Semua gara-gara Trump. Termasuk di Arizona, Maine, North Carolina, dan bahkan Alabama.
Kalau sampai ada lima dapil saja yang kursi Republiknya pindah ke Demokrat, DPR dan Senat di tangan Demokrat.
Dalam posisi seperti itu, kalau pun Trump terpilih, ia tidak akan bisa menggoalkan sebuah omnibus law. Program lainnya pun akan macet. Amerika akan kian ruwet
Tapi Trump tetap ngotot. Hari ini (WIB) Trump akan mengadakan aksi tunggal di Gedung Putih. Tentu ia dikecam oleh yang biasanya itu. Terutama karena hari ini kan baru hari ke-10 setelah Trump dinyatakan terkena Covid-19. Secara protokol pandemi ia masih harus karantina.
Tapi Trump tidak kurang akal. Itulah untungnya incumbent. Yang penting ia bisa tampil —kampanye terselubung yang terang-terangan.
Trump tetap mengundang banyak orang ke Gedung Putih. Mereka disediakan tempat duduk di taman. Trump sendiri akan tampil di balkon Gedung Putih —di atas para undangan.
Ini teater tunggal yang menarik. Trump bisa tampil seperti cara Paus tampil di balkon Vatikan.
Dari balkon itulah Trump akan pidato. Temanya: hukum dan ketertiban untuk unjuk rasa yang damai.
Janganlah dipersoalkan relevansi pidatonya dengan problem kenegaraan. Namanya saja kampanye terselubung.
Hampir pasti Trump akan bicara tentang bahaya ekstrem kiri. Yang terbukti selalu membuat kerusuhan, kekerasan dan penjarahan. Dari sini ia akan mengarahkan opini bahwa Joe Biden adalah orang kiri. Bahaya. Bikin rusuh.
Tentu Trump juga akan bicara soal pulihnya kesehatannya —dalam waktu yang begitu cepat. Pemimpin, dalam benaknya, tidak boleh kelihatan sakit.
Sebelum ini pun Trump sudah memberikan wawancara dengan host radio aliran kanan yang sangat disukainya: Rush Limbaugh. Yang pendengarnya sampai 20 juta orang. Yang fanatik dengan kulit putih dan konservatisme. Yang di umurnya kini 69 tahun sudah empat kali kawin. Yang tahun lalu dianugerahi bintang tertinggi untuk orang sipil: Medali Kebebasan. Yang memberi anugerah adalah Presiden Trump sendiri.
Di wawancara itu Trump menyebutkan bahwa ia diberi obat yang begitu cepat menyembuhkan. "Langsung sembuh," katanya. "Saya menjadi lebih hebat dibanding 20 tahun lalu."
Saking semangatnya Trump sampai mengatakan obat yang ia makan itu lebih hebat dari vaksin —coba pikir, di mana hubungannya.
Anda pun sudah tahu: obat apa itu. Yakni obat yang belum diberi nama - -karena masih belum lulus uji coba. Untuk sementara obat itu disebut dengan Regeneron, sesuai dengan nama depan perusahaannya.
Mungkin juga, nama itu akan terus dipakai —telanjur diiklankan besar-besaran oleh seorang Presiden Amerika.
Yang mungkin Trump tidak perlu tahu: obat-obat itu bisa dibuat lewat penelitian yang menggunakan janin hasil aborsi.
Trump —juga golongan kanan —sangat anti aborsi. Bahkan Trump sudah memotong besar-besaran anggaran untuk semua penelitian yang melibatkan janin aborsi.
Obat itulah yang dibanggakannya. (*)