Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (38)

Selasa 15-09-2020,20:20 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Beliung Api Sultan Tara Terbelit Hampir Separuh Badan

Beliung air dan beliung api berputar-putar saling berhadapan. Benda-benda di sekitar mereka terbakar dan menjadi bara. Beterbangan dan terlempar ke sana kemari. Mereka saling membelit. Saling mencambuk. Saling membentur. Bahkan, sesekali dari ekor beliung masing-masing berlompatan aneka senjata. Ada tombak. Ada pedang. Ada celurit. Ada trisula. Juga beragam senjata rahasia. Dll. Dsb. Dst. Tiga jam berlalu, belum ada tanda-tanda siapa bakal mengalahkan siapa. “Aku yakin sekarang. Dia yang mengkhianatiku,” tiba-tiba Paman Karim mendengar suara Sultan Zalim, kakaknya. Paman Karim yang telanjur terkesima oleh pertarungan Ghadi vs Sultan Tara tidak segera bereaksi. “Ternyata memang dia pengkhianatnya,” Sultan Zalim mengulang ucapannya. Paman Karim bergeming. Mata dan perhatiannya belum bisa lepas dari pertempuran di depannya. Akhirnya Sultan Zalim mencolek pundak Paman Karim. Yang dicolek kaget dan menoleh. Tersenyum. “Tidak ada kata telat andai Kanda mau bertobat,” kata Paman Karim. Ia pandangi wajah kakaknya.  Paman Karim sangat terkejut ketika matanya melihat ada tetesan darah di ketiak kanan sang kakak. “Ini bukan milikmu kan?” tanya Sultan Zalim. Paman Karim menggeleng. “Ini kurasakan menancap di punggungku ketika aku bersamanya mengeroyokmu tadi. Jadi benar, ini milik dia (Sultan Tara). Dasar bajingan,” rutuk Sultan Zalim, yang lantas memasukkan benda tadi ke sakunya. “Aku akan mengembalikan ini ke pemiliknya. Aku kucabut nyawanya dengan senjatanya sendiri,” gumam Sultan Zalim. Baru selesai kalimat itu diucapkan, tiba-tiba Paman Karim menyambar kakaknya untuk dibawa naik ke ketinggian. Berbarengan dengan itu, pohon yang mereka jadikan tumpuan meledak dan terbakar. “Kurang ajar,” gumam Paman Karim. Dia lantas terbang lebih jauh untuk menaruh kakaknya di bawah rindang pohon. “Tunggu di sini, aku coba membantu Ghadi,” imbuhnya. “Aku ikut,” kata Sultan Zalim sambil mencoba berdiri. “Jangan, Kanda. Engkau masih terluka. Kami janji tidak akan membunuhnya. Saat dia sudah lemah, silakan kalau Kanda ingin mencabut nyawanya,” kata Paman Karim. Tidak begitu jauh dari situ, pertarungan Ghadi vs Sultan Tara makin sengit. Ghadi berhasil menggiring lawannya ke sebuah tebing. Beliung api Sultan Tara terbelit hampir separuh badan. Kobaran apinya perlahan-lahan padam diempas-empaskan beliung air ke tebing batu lereng Lawu. Tapi belum sempat benar-benar padam, beliung api berhasil meloloskan diri dari belitan beliung air. Dengan kecepatan cahaya, api yang terlepas lantas menyambar hutan pinus. Spontan api besar berkobar menelan ratusan hektare lahan. Sementara, beliung air yang mengejar beliung api di belakangnya terpaksa balik kucing. “Inilah saat Ghadi harus menggunakan senjata bola peninggalan Kang Limin,” kata hati Paman Karim, yang lantas melesat mendekati Ghadi untuk mengingatkan masalah itu. Namun niat tadi baru dibatin, tiba-tiba di hadapannya muncul sosok Pangeran Sabrang Kali. “Lho, bagaimana mungkin? Bukankah dia sudah tewas di depan Ghadi?” batin Paman Karim. (bersambung)       Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email yulisb42@gmail.com. Terima kasih
Tags :
Kategori :

Terkait