Surabaya, Memorandum.co.id -Serapan anggaran penanganan Covid-19 bersumber dari APBD Kota Surabaya belum maksimal. Dari Rp 151,02 miliar baru terserap Rp 56,8 miliar atau baru 37,65 persen.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti merincikan serapan dana bersumber APBD Kota Surabaya Maret hingga Juni dibagi menjadi tiga diantaranya, untuk penanganan dampak kesehatan Rp 82,7 miliar dan baru terserap Rp 17,8 miliar, penanganan jaringan pengaman sosial Rp 66,1 miliar dan sudah terserap Rp 38,9 miliar dan penanganan dampak ekonomi Rp 2,1 miliar sama sekali belum terserap.
Di sisi lain, Reni mengaku, mendapati fakta ketika program urgent yang harus dianggarkan tapi hingga sekarang belum dicairkan.
"Misalnya sejumlah kampung tangguh di Surabaya sekarang ini agak turun semangatnya, karena tak ada bantuan. Tapi bukan mereka tak mau swadaya gotong-royong. Mereka itu RW kita, yang tidak semua secara wilayah kemampuan ekonominya mandiri untuk urunan," terangnya.
Menurut Reni, apalagi kondisi sekarang sedang dalam keadaan susah. "Orang harus mengurus anaknya sekolah, orang harus mikirkan yang lain dan harus juga memikirkan kampung tangguh," ucapnya.
Reni menjelaskan, Kampung Tangguh ini kan harus terus beraktivitas dan harus ada operasionalnya, konsumsi dan biaya perhari.
"Pencairan kampung tangguh ini terlambat jika sekarang dicairkan, apalagi sekarang belum dicairkan," ucapnya.
Reni mengaku, besaran dana yang diberikan kepada kampung tangguh kebijakan berada di Pemkot Surabaya.
"Untuk operasional, sarana prasarana dan konsumsi. Kemarin ada pilihan antara Rp 5 sampai 10 juta," tandasnya.
Ketua RW 03 Kendangsari Arifin mengatakan, warga dibuat kelimpungan untuk menanggulangi wabah Virus korona atau covid-19. Tim kampung tangguh yang dibentuk warga RW 03 Kendangsari tidak bisa bekerja maksimal karena tidak adanya anggaran. Ini terjadi lantaran anggaran Dana stimulus Rp 10 juta belum juga dicairkan Pemkot Surabaya.
"Iya kami kekurangan anggaran karena dana stimulus belum cair. Terpaksa kami cair dana talangan atau swadaya masyarakat," ujar Arifin, Minggu (26/7).
Perlu diketahui, kata Arifin, di wilayah RW 03 Kendangsari terdiri 9 kampung tangguh.
"Selama tiga bulan per kampung tangguh harus menggelontorkan dana rata-rata 150 ribu di ambilkan dari swadaya warga untuk biaya operasionalnya. Kami harap pencairan dana stimulus Rp 10 juta segera turun. Pasalnya, warga sudah mulai bosan jika tarikan dana swadaya dilakukan terus menerus," tandasnya.
Anggota Komisi A, Arif Fathoni menyayangkan tidak adanya anggaran kepada kampung tangguh dari Pemkot Surabaya. Untuk itu, dia meminta segera menggelontorkan anggarannya kepada para relawan kampung tangguh di tingkat kelurahan.
"Ini Program yang bagus, makanya butuh dukungan anggaran," tegas Fathoni.
Ketua Fraksi Golkar ini mengatakan, program kampung tangguh tidak bisa berjalan secara maksimal jika tidak disokong dana dari Pemkot Surabaya.
"Komitmen itu dituangkan dalam kebijakan penganggaran dana itu, kalau tidak dibiayai bagaimana mereka melakukan operasional," ungkapnya.
Menurut Fathoni, warga Surabaya tidak bisa terus terusan mengandalkan biaya dari swadaya masyarakat atau bantuan pihak lain. Dalam hal ini Pemkot Surabaya diminta tegas mengimplementasikan anggaran sebagai bukti keseriusan mencegah virus corona.
"Kalo swadaya saja kasihan rakyatnya. Apresiasi publik harus dilakukan. Padahal program itu sudah di SK kan, kok enggak dibantu sekalian dananya," pungkasnya.(why/gus)