M A Batalkan PKPU Penetapan Paslon Terpilih dalam Pilpres ?

Kamis 09-07-2020,07:56 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh : Fayakun, SH.M.Hum.M.M Mahkamah Agung tanggal 28 Oktober 2019 membatalkan Pasal 3 ayat (7) PKPU no. 5 tahun 2019 perkara no. 44 P/HUM/2019 yang mengatur Penetapan Pasangan Calon Terpilih pada Pilpres. Hal yang menarik adalah MA sudah memutuskan gugatan ini tanggal 28 Oktober 2019 namun putusan baru di upload pada 3 Juli 2020, ini ada jeda yang cukup panjang antara putusan dari MA dan kemudian dipublis ke publik pada tanggal 3 Juli 2020 jadi ada sekitar jeda hampir 9 bulan, ini cukup lama padahal ini persoalan cukup serius,  mengapa karena berdasarkan putusan MA disebutkan Pasal 3 ayat (7) PKPU no 5 tahun 2019 bertentangan UU No. 7 tahun 2017, demikian menurut wartawan senior Hersubeno Arief mengurai kejanggalan itu dalam channel YouTube Hersubeno Point https://youtu.be/KM4rJ6F3Wng, tanggal 6 Juli 2020 yang diberi judul MA : Penetapan Jokowi Sebagai Pemenang Pilpres 2019 Batal ? Selanjutnya https://www.harianaceh.co.id edisi 07/07/2020  “Mahkamah Agung baru saja meng-upload putusan sengketa hasil Pilpres 2019. Dasar hukum penetapan KPU yang memenangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dibatalkan. Peraturan KPU itu bertentangan dengan UU Pemilu No 17 Tahun 2019. Apa konskuensi hukum keputusan MA itu?” demikian seperti di tulis https://www.harianaceh.co.id edisi 07/07/2020. Dari sudut pandang hukum menurut penulis yang menarik bukan pada mengapa baru di upload putusan MA karena sesuai Perma no. 1 tahun 2011 pemberitahuan isi putusan MA akan disampaikan terhadap pemohon dengan mengirimkan salinan putusan setelah sidang putusan.  Yang menarik bagi saya apakah akan berimplikasi pembatalan calon Presiden terpilih pada Pemilu 2019? Dalam analisa penulisan putusan nomor 44 P/HUM/2019 atas permohonan Rachmawati Soekarnoputri dkk. amarnya menyatakan ketentuan “Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU No, 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UU Pemillu (UU No. 7 tahun 2017) serta menyatakan ketentuan Pasal 3 ayat (7) Peraturan PKPU No. 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”.  Jika kita lihat sifat putusan MA tersebut dalah bersifat putusan konstitutif (constitutief vonnis) dan putusan condemnatoir. Adapun putusan constitutif yaitu putusan yang memastikan suatu keadaan hukum baik yang bersifat meniadakan suatu kaedah hukum maupun menimbulkan keadaan baru,  sedangkan putusan condemnatoir putusan berisi penghukuman, yang amarnya “Menghukum Termohon membayar biaya perkara sejumlah Rp1.000.000,00 “. Apakah putusan M.A secara hukum akan berakibat terhadap pembatalan Keputusan KPU Nomor: 1185/PL.01.9-Kpt/06/KPU/VI/2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2019. Karena dalam konsideran mengingat dasar penerbitan SK juga mengacu PKPU No. 5 tahun 2019. Pertama, Asas Presumptio Iustae Causa, suatu Keputusan TUN tetap dianggap sah dan adanya gugatan tak menghalangi berlakunya KTUN. Sehingga keputusan Pejabat TUN atau badan TUN harus selalu dianggap benar dan sah sebelum ada keputusan hukum tetap yang menyatakan bahwa keputusan itu tidak berlaku. Mereka yang bergelut di lingkungan peradilan TUN umumnya familiar dengan asas ini. Kedua, dalam Putusan MA adalah hanya obyek hak uji materiil terhadap Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, apakah secara normatif bertentangan dengan UU di atasnya atau tidak. Bila kita lihat putusan Mahkamah Agung No. 44 P/HUM/2019 itu sama sekali tidak masuk atau menyinggung kasus sudah menang atau belum pasangan Jokowi-Maruf dalam Pilpres 2019. Hal ini sudah dijawab dalam pertimbangan hukum MA bahwa tuntutan selebihnya bukan ranah pengujian keberatan hak uji materiil oleh M.A. terhadap tuntutan ini patut dinyatakan tidak diterima. Ketiga, dalam pertimbangan hukum MA objek permohonan Hak Uji Materiil Pasal 3 ayat (7) PKPU No. 5 tahun 2019 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 6A, Pasal 416 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sehingga permohonan Para Pemohon dikabulkan sebagian. Menurut penulis parena Pasal 3 ayat (7) PKPU Nomor 5 tahun 2019 sudah dinyatakan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat maka sudah sepatutnya kedepan PKPU menghilangkan ketentuan Pasal 3 ayat (7) PKPU No. 5 tahun 2019 mengenai frase “Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih”. Keempat, kewenengangan menyelesaikan perselisihan tentang Pemilu berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, adalah kewenangan MK, adapun kewenangan M.A tidak memiliki kewenangan menyelesaikan mengadili sengketa Pilpres, karena kewenanganya MA menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi seperti disebutkan Pasal 24A yat (1) UUD 1945, dan Pasal 31A UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan Pasal 20 ayat (2) huruf b UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, serta Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil. Perselisihan hasil Pemilu dalam Pilpres 2019 telah diputus oleh MK melalui Perkara Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 mengenai Perselisihan Hasil Pilpres 2019, tanggal  27 Juni 2019 putusan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Kelima asas retroaktif, UU tidak berlaku surut, putusan uji materil itu diambil oleh MA tanggal 28 Oktober 2019, seminggu setelah Jokowi-Kia Ma'ruf dilantik oleh MPR. Putusan MA itu bersifat prospektif atau berlaku ke depan sejak tanggal diputuskan, Putusan MA tidak berlaku retroaktif atau surut ke belakang. Keenam, mengenai implikasi hukum PUTUSAN MA No. 44 P/HUM/2019 terhadap keabsahan hasil pilpres 2019. MK sudah mengabulkan uji materi para pemohon pada tahun 2014 yang kemudian sudah dituangkan lewat Putusan MK No.50/PUU-XII/2014. Dalam putusan tersebut ditegaskan bahwa Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres (UU 42 Tahun 2008) bersifat inkonstitusional bersyarat sepanjang pilpres hanya diikuti dua paslon Presiden dan Wakil Presiden (3 Juli 2014). Bila merujuk Pasal 3 ayat (7) PKPU No. 5 tahun 2019, artinya penetapan putusan ini apabila Pilpres hanya diikuti dua paslon, maka yang akan resmi dilantik oleh KPU adalah yang memperoleh suara terbanyak. Ketujuh, Putusan MK No.50/PUU-XII/2014 lantas dimasukan dalam Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU No. 5 Tahun 2019. Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU No. 5 Tahun 2019  menyebutkan, “Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih”. Kedelapan, sebagaimana kita ketahui pada tanggal 21 Mei 2019 KPU telah menetapkan Capres terpilih sesuai dengan penghitungan suara. Presiden dan Wapres terpilihnya adalah Pasangan Jokowi dan Ma'ruf Amin sebagai peraih suara terbanyak. Dalam program penyelesaian Sengketa PHPU di MK dengan pola Speedy Trial (persidangan cepat), pada tanggal 27 Juni 2019 diputuskan bahwa MK menolak seluruh gugatan Prabowo-Sandi yang berarti Keputusan KPU yang menyatakan Pasangan Jokowi Ma'ruf Amin sebagai pasangan terpilih tetap sah berlaku. Hal itu tertuang dalam Putusan MK No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019. Kesembilan, dalam catatan penulis Putusan MA No. 44 P/HUM/2019  adalah tertanggal 28 Oktober 2019. Hal ini berarti putusan itu dikeluarkan setelah MK memutus Judicial review atau hak uji materi  Pasal 159 UU Pilpres 2008 dengan Putusan No. 50/PUU-XII/2014 dan sengketa PHPU Pilpres pada 27 Juni 2019 dengan Putusan No. 01/PHPU.PRES/XVII/2019. Ada prinsip hukum yang berlaku universal, yakni Res Judicata Pro Veritate Habetur yang artinya “putusan hakim harus dianggap benar” dimana putusan tersebut dijatuhkan, dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sehubungan dengan hal tersebut menurut penulis putusan pengadilan tidak dapat dibatalkan melalui putusan pengadilan. Putusan MK bersifat final dan mengikat (final and binding) tingkat pertama dan terakhir yang bersifat mutlak (Pasal 10 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK): Kalaupun ada indikasi judicial corruption, daya berlaku sifat final dan mengikat itu tidak terkurangi. Jadi, putusan MA Nomor 44 P/HUM/ 2019 tidak dapat membatalkan Putusan MK No. 50/PUU-XII/2014 yang menyatakan bahwa Pasal 159 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden bertentangan dengan UUD tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang hanya terdiri dari dua pasangan calon; dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang hanya terdiri dari dua pasangan calon; Kesepuluh, meskipun MA telah menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU No. 5 tahun 2019 tidak berlaku,  bukan berarti dapat menghidupkan kembali Pasal 159 UU No. 42 tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden yang sudah dibatalkan oleh MK, terkait dengan paslon pilpres yang hanya dua pasang, maka putusan MK No. 50/PUU-XII/2014 tetap berlaku, yaitu tentang tafsir resmi atas syarat kemenangan oleh MK terhadap Pasal 6A UUD, bila hanya 2 pasang calon maka suara terbanyaklah yang dinyatakan sebagai pemenang dan akan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden RI. Melalui penalaran hukum demikian itu maka putusan MA No. 44 Tahun 2019 yang mengabulkan gugatan Rachmawati Soekarno dkk tidak memiliki akibat hukum terhadap hasil Pilpres 2019. Jadi, hasil pilpres 2019 dengan segala kelebihan dan kekurangannya tetap sah, tidak batal hanya oleh karena Putusan MA No. 44 P/ HUM/2019. Penulis adalah Ketua Bawaslu Tulungagung

Tags :
Kategori :

Terkait