"Data ini bukan hanya angka, ini realitas. Pemerintah dan masyarakat harus bergerak bersama. Stigma harus dipangkas, akses edukasi harus diperluas, dan skrining perlu menjadi budaya, bukan sekadar program musiman," tambahnya.
Ning Ais menilai, selama ini pola penanganan seringkali terjebak pada respons reaktif bertindak setelah kasus ditemukan dan memburuk.
Ia mendorong Pemerintah Kota Surabaya untuk melakukan investasi besar-besaran pada sektor hulu, yakni pencegahan dan edukasi.
BACA JUGA:4 PSK di Madiun Positif Terinfeksi HIV/AIDS
Pihaknya juga mendorong untuk memperluas titik layanan skrining gratis dan menggalakkan mobile screening ke wilayah padat penduduk serta area dengan risiko sosial tinggi.
Termasuk edukasi secara terstruktur masuk ke sekolah-sekolah, kampus, dan tempat kerja untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang kesehatan reproduksi dan bahaya HIV. Kemudian menjadikan puskesmas sebagai garda terdepan yang ramah dan mampu melakukan deteksi dini.
"Surabaya tak bisa hanya reaktif. Kita perlu strategi jangka panjang. Kalau kita serius ingin menurunkan angka HIV, maka investasi terbesar harus kita letakkan pada pencegahan dan edukasi," ujar Ning Ais.
BACA JUGA:Ketua Komisi A DPRD Surabaya Desak Sanksi Tegas Oknum Pegawai Diduga Main Slot Saat Jam Kerja
Salah satu hambatan terbesar dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, termasuk Surabaya, adalah stigma sosial yang masih melekat kuat. Banyak warga enggan memeriksakan diri karena takut dikucilkan jika hasilnya positif.
Ning Ais menekankan perlunya kolaborasi lintas sektor melibatkan komunitas, institusi pendidikan, hingga dunia usaha untuk menciptakan lingkungan yang mendukung. Surabaya, sebagai kota besar, seharusnya mampu menjadi role model penanganan HIV yang tidak hanya ilmiah, tetapi juga manusiawi.
Pemerintah diharapkan semakin responsif membangun layanan kesehatan yang ramah, cepat, dan bebas stigma. Dalam penutupnya, Ning Ais memberikan pesan optimisme di tengah situasi yang menantang ini.
BACA JUGA:DPRD Surabaya Dorong Anggaran Khusus APBD 2026 untuk Kolaborasi Pemuda Gen Z
"HIV itu bisa dikendalikan, bisa ditekan, dan pasien bisa hidup normal selama mereka mendapat dukungan. Yang tidak boleh kita biarkan adalah ketidaktahuan, stigma, dan ketakutan. Itu yang harus kita perangi bersama," pungkasnya.(alf)