SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID – Kasus pengangkutan 57 kontainer batubara dari tambang ilegal di Kalimantan Timur menyeret Direktur PT Best Prima Energy, Yuyun Hermawan, ke meja hijau. Sidang pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa 11 November 2025.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla menuding Yuyun terlibat aktif dalam penampungan, pembelian, dan pengiriman batubara tanpa izin tambang resmi dengan menggunakan dokumen perusahaan lain.
Mini Kidi--
Jaksa menjelaskan, perbuatan itu dilakukan antara April hingga Juli 2025. Saat itu, Yuyun membeli 1.140 ton batubara dari sejumlah penambang liar di Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, di antaranya dari Kapten Arfan, Fadilah, Agus Rinawati, dan Rusli.
Transaksi dilakukan melalui transfer bank dengan total pembayaran mencapai ratusan juta rupiah. Harga per kontainer berkisar antara Rp7 juta hingga Rp10 juta.
BACA JUGA:Keterangan Saksi Verbal Lisan di PN Surabaya Patahkan Pengakuan Kurir Narkoba Sebagai Pemakai
Setelah pembelian, batubara dimasukkan ke dalam 57 kontainer dan dikirim ke Surabaya melalui jalur laut. Masalah muncul saat pihak pelayaran mensyaratkan dokumen resmi dari pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan). Mengetahui barangnya ilegal, Yuyun berupaya “melapisi” kiriman tersebut dengan dokumen perusahaan tambang yang legal.
Di tahap ini, muncul dua nama lain: Chairil Almutari dan Indra Jaya Permana, yang juga berstatus terdakwa dalam berkas terpisah. Chairil mempertemukan Yuyun dengan Indra Jaya Permana, Kuasa Direktur PT Mutiara Merdeka Jaya, perusahaan tambang yang memiliki IUP resmi di Kutai Kartanegara.
BACA JUGA:Polsek Sawahan Kerahkan Puluhan Personel Amankan Aksi Unjuk Rasa FSPMI di PN Surabaya
Jaksa mengungkapkan, ketiganya sepakat untuk meminjam dokumen tambang PT Mutiara Merdeka Jaya agar seolah-olah batubara milik Yuyun berasal dari tambang legal. Sebagai kompensasi, Yuyun membayar Rp3.150.000 per kontainer, ditambah biaya LHV dan PNBP. Total dana mencapai Rp210 juta yang sebagian besar ditransfer ke rekening Chairil Almutari dan keluarganya.
“Bahwa dokumen yang diterbitkan PT Mutiara Merdeka Jaya meliputi Surat Keterangan Asal Barang, Surat Keterangan Pengiriman Barang, Surat Pernyataan Kualitas Barang, serta Laporan Hasil Verifikasi (LHV) Triyasa,” ujar JPU dalam pembacaan dakwaan.
Dokumen tersebut kemudian digunakan untuk mengurus pengapalan di PT Meratus Line menggunakan KM Meratus Cilegon SL236S yang berangkat dari Pelabuhan Kariangau, Balikpapan, dan tiba di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya pada 2 Juli 2025. Setelah dibongkar, seluruh 57 kontainer batubara diturunkan di Blok G Depo Meratus Tanjung Batu, Surabaya.
Jaksa menegaskan, tindakan Yuyun Hermawan tergolong sebagai perbuatan menampung, mengangkut, dan menjual batubara yang tidak berasal dari pemegang izin resmi sebagaimana diatur dalam Pasal 161 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
BACA JUGA:Polsek Sawahan Kerahkan Personel Amankan Sidang PKPU PT Pakerin di PN Surabaya
Dari praktik ilegal tersebut, Yuyun disebut memperoleh keuntungan sekitar Rp8,5 juta, sedangkan Chairil Almutari menerima imbalan Rp150 ribu per kontainer.
“Perbuatan terdakwa telah merugikan negara dan menyalahi tata niaga mineral dan batubara. Terdakwa mengetahui betul bahwa batubara tersebut bukan hasil tambang berizin,” tegas JPU dalam sidang. (*/jsw)