DPRD Jatim Dorong Evaluasi Menyeluruh Tata Kelola Pertambangan Pascamusibah Magetan

Jumat 10-10-2025,19:49 WIB
Reporter : Rakhmat Hidayat
Editor : Aris Setyoadji

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID – Meninggalnya seorang pekerja tambang di Magetan pada akhir September lalu tidak boleh berhenti sebagai catatan kecelakaan kerja semata.

Peristiwa itu menjadi cermin dari tata kelola pertambangan yang masih terjebak dalam logika eksploitasi dan administratif, tanpa menempatkan keselamatan pekerja serta keberlanjutan lingkungan sebagai prioritas utama, Jumat, 10 Oktober 2025.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, saat dihubungi media.

“Dalam musibah itu, bukan hanya seorang pekerja yang kehilangan nyawa, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan tambang yang selama ini dianggap cukup dengan tumpukan berkas administrasi perizinan,” ujarnya.

Alumnus Universitas Airlangga itu menyebut musibah ini sebagai momentum bagi Pemprov Jatim untuk meninjau ulang paradigma pengelolaan tambang.

Menurutnya, kelengkapan administrasi perizinan bukanlah akhir dari tanggung jawab, melainkan pintu masuk menuju tata kelola pertambangan yang lebih manusiawi dan berorientasi pada keadilan ekologis.

“Musibah tambang di Magetan ini seharusnya menjadi titik balik dari tata kelola berbasis izin menuju tata kelola berbasis tanggung jawab. Legalitas tidak boleh mengalahkan moralitas. Setiap meter tanah harus dipertanggungjawabkan tidak hanya di atas kertas administratif, tetapi juga di hadapan moral dan generasi penerus,” tegas Deni.

Politisi PDI Perjuangan itu menilai, diskursus tambang selama ini sering terjebak pada legalitas formal, seperti kelengkapan berkas perizinan, dokumen analisis dampak lingkungan, dan laporan administratif.

Namun, peristiwa di Magetan menunjukkan bahwa tata kelola yang hanya berorientasi pada kepatuhan formal tidak cukup menjamin pelaksanaan pertambangan yang aman dan berkelanjutan.

“Pemerintah daerah harus menegakkan pengawasan tata kelola pertambangan dengan bertransformasi dari regulatory compliance yang berorientasi pada kepatuhan formal menjadi ethical governance yang mengedepankan etika dan tanggung jawab berkelanjutan,” jelas Deni.

Ia juga mengingatkan Pemprov Jatim untuk kembali pada tujuan hakiki pembangunan, yaitu keselamatan manusia, keberlanjutan lingkungan, dan harmoni sosial.

“Jangan hanya mengukur tambang dari kontribusi PAD. Lebih dari itu, kita harus mengukurnya dari aksi konkret menjaga keselamatan jiwa, tanah, dan air di sekitarnya. Setiap aktivitas tambang harus memiliki legitimasi moral di mata masyarakat dan lingkungan. Apa arti pembangunan jika kehidupan tak dijaga?” tambahnya.

Deni mengapresiasi langkah Dinas ESDM Jatim menutup tambang dan melakukan investigasi mendalam terhadap musibah di Magetan.

Menurutnya, tindakan ESDM Jatim menurunkan tim investigasi, disertai pemeriksaan dari Kementerian ESDM, merupakan langkah tepat untuk menegakkan standar keselamatan kerja serta menertibkan praktik tambang berisiko tinggi.

“Tindakan Dinas ESDM Jatim patut diapresiasi. Namun yang lebih penting adalah pembenahan jangka panjang melalui sistem pengawasan lintas sektor yang melibatkan masyarakat, akademisi, dan lembaga independen. Dan yang terpenting, setiap hasil pengawasan harus dipublikasikan secara transparan,” ujarnya.

“Penutupan tambang bermasalah di Magetan adalah langkah penting, tetapi bukan akhir dari perjalanan. Ini harus diikuti audit menyeluruh, keterbukaan data, dan penegakan hukum yang tegas. Jangan sampai musibah hanya menjadi siklus berita, bukan pelajaran agar tak terulang di kemudian hari,” pungkas Deni.

Kategori :