SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID-Keberadaan rumah refleksi kesehatan Rumah Pijat 129 yang berlokasi di Jalan Tidar nomor 224, menuai sorotan tajam. Tempat usaha ini diduga melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan izin yang dikantongi yakni sebagai rumah pijat, namun dalam praktiknya lebih menyerupai layanan Spa.
Situasi ini menimbulkan keresahan di masyarakat, terlebih karena lokasinya yang berdekatan dengan sekolah Don Boscho, sebuah institusi pendidikan yang juga merupakan cagar budaya.
Menanggapi hal ini, Kepala Bidang (Kabid) Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Pariwisata (Disbudporapar) Surabaya, Farah Andita Ramdhani, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan langkah pengawasan dan pembinaan terhadap Rumah Pijat 129 sejak tahun 2024.
"Sudah dari tahun 2024 kami melakukan pengawasan dan juga pembinaan di situ. Dari Pak Kepala Dinas (Disbudporapar) juga sudah melayangkan surat dari bulan Oktober tahun 2024," ujar Farah saat menghadiri rapat di Komisi B DPRD Surabaya.
Ia menambahkan bahwa pengelola telah diinstruksikan untuk memenuhi seluruh persyaratan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2024 dan diarahkan untuk berkonsultasi melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP).
BACA JUGA:Polsek Tandes Gelar Pelepasan dan Pemberian Tali Asih untuk Kanit Intelkam
BACA JUGA:Menteri Wihaji Tinjau Distribusi MBG, Fokus Turunkan Stunting
Mini Kidi--
Farah juga menegaskan bahwa lingkup pengawasan Disbudporapar terbatas pada pemeriksaan dokumen perizinan dan standar operasional prosedur (SOP) penyelenggaraan kegiatan.
"Kalau mungkin ada beberapa pelaku usaha pariwisata yang memiliki unsur pidana di situ, di luar kaitannya dengan dokumen perizinan dan SOP, kita akan komunikasi juga dengan kepolisian," imbuhnya.
Di sisi lain, Himawan Probo, selaku Humas Rumah Pijat Refleksi 129, membantah tudingan miring tersebut. Ia mengklaim bahwa usahanya murni sebagai rumah pijat dan tidak ada unsur prostitusi.
"Kami di manajemen 129 spa itu mempunyai SOP yang semua sudah tahu, mulai brosur sudah kami sampaikan di depan, aturan sudah kami tempelkan di depan juga, bahwasanya tidak ada kegiatan yang seperti itu (pelanggaran hukum)," kata Himawan.
Terkait ketidaksesuaian izin, Himawan menyatakan pihaknya akan menyesuaikan identitas usaha. "Memang KBRI-nya di rumah Pijat. Nah, makanya untuk SPA ini kami hilangkan. Untuk tulisan SPA-nya pun kami hilangkan, karena kami nggak memenuhi sebagai SPA. Jadi kami tutup untuk tulisannya, kembali ke rumah pijat," terangnya.
Pihaknya juga berjanji akan mengevaluasi unggahan di media sosial yang dianggap terlalu vulgar serta memperbaiki aspek pakaian.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mochamad Machmud, mengonfirmasi bahwa izin yang dimiliki oleh Rumah Pijat 129 memang tidak sesuai dengan aktivitas yang dijalankan.
"Izin dari Spa itu tidak memenuhi syarat, yaitu izinnya pijat. Pijat itu bisa pijat tradisional. Kalau Spa, itu beda. Spa itu termasuk kecantikan dan lain-lain," jelasnya.
Machmud menyayangkan lokasi rumah pijat yang berdekatan dengan sekolah Don Boscho, yang merupakan cagar budaya dan tempat pembentukan karakter siswa.
"Dari pakar budaya, yang kita undang juga sudah menyebut, depannya itu sekolahan Don Boscho yang gedungnya itu merupakan cagar budaya. Sekolah itu juga membangun karakter. Jangan sampai, saran ke pemerintah kota sebaiknya itu (rumah pijat 129) dievaluasi keberadaannya," tuturnya.
Lebih lanjut, Machmud mendesak Disbudporapar untuk segera mengajukan permintaan bantuan penertiban (Bantip) kepada Satpol PP Kota Surabaya guna mengevaluasi dan jika perlu menutup tempat tersebut.
"Ya itu dinas pariwisata segera minta bantuan penertiban ke Satpol PP itu, untuk penutupan," pungkasnya. (alf/mg2)