Senator Lia Istifhama Minta BPJS Kesehatan Tetap Layani Warga yang Belum Terbukti Bersalah
Lia Istifhama.-Alif Bintang-
SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Anggota DPD RI dari Jawa Timur, Lia Istifhama, atau yang akrab disapa Ning Lia, menyoroti secara tajam kasus dilematis yang terjadi di Surabaya.
BACA JUGA:Genap Setahun Memimpin, Ning Lia Istifhama Puji Capaian Nyata Pemerintahan Prabowo-Gibran
Yakni, seorang pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor (curanmor) ditolak mendapat pelayanan BPJS Kesehatan setelah menjadi korban amukan massa.

Mini Kidi--
Putri dari ulama besar KH Maskur Hasyim ini menegaskan bahwa asas praduga tak bersalah dan prinsip kemanusiaan harus diletakkan di atas status hukum seseorang yang masih berproses.
BACA JUGA:Lia Istifhama: Olahraga Jadi Kunci Kuatkan Fisik dan Mental
“Kita berbicara soal hak dasar warga negara. Kesehatan adalah hak dasar setiap manusia, tanpa terkecuali. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan hadir untuk menjamin hak itu, bukan hanya bagi yang tidak bersalah, tapi juga bagi mereka yang masih dalam proses hukum,” tegas Ning Lia, Senin 20 Oktober 2025.
Kasus ini bermula dari insiden amuk massa di kawasan Polsek Semampir. Dua pria menjadi korban, satu di antaranya adalah terduga pelaku curanmor yang mengalami luka parah di bagian rahang, dan satu korban lain adalah pengemudi ojek yang kebetulan berada di lokasi.
BACA JUGA:Lia Istifhama Soroti Program Strategis Pemerintah, HAM, dan Penguatan Media Nasional
Meskipun polisi berinisiatif menggalang dana swadaya untuk pertolongan pertama, namun biaya pengobatan yang tinggi tidak dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
“Saya memahami bahwa kejahatan adalah perbuatan salah dan tidak dapat dibenarkan. Namun, kita juga harus melihat sisi kemanusiaannya. Jangan sampai seseorang yang masih dalam proses hukum kehilangan hak dasarnya untuk berobat hanya karena prasangka,” ujarnya.
BACA JUGA:Bikin Pangling! Anggun dengan Rok Biru, Senator Lia Istifhama Tampil Merakyat Tanpa Alas Kaki
Ning Lia mengingatkan bahwa penentuan bersalah atau tidaknya seseorang adalah kewenangan pengadilan, bukan rumah sakit atau lembaga pelayanan publik.
Selama belum ada putusan hukum, maka hak dasar seseorang untuk berobat harus tetap dijamin.
Sumber:



