Pengamat Politik: Demo Anarkis Ditunggangi Invisible Hand, Bukan Lagi Ekspresi Demokrasi

Pengamat Politik: Demo Anarkis Ditunggangi Invisible Hand, Bukan Lagi Ekspresi Demokrasi

Umar Sholahuddin--

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Serangkaian aksi demonstrasi yang diwarnai kericuhan dan anarkisme belakangan ini mendapat sorotan tajam dari pengamat politik Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS), Umar Sholahuddin.

Menurutnya, meski unjuk rasa merupakan hal wajar dalam demokrasi, eskalasi kekerasan menunjukkan adanya pergeseran dari aspirasi murni menjadi gerakan yang ia sebut sebagai "demo crazy".


Mini Kidi--

Umar menilai, demonstrasi yang pada awalnya digerakkan oleh solidaritas untuk driver ojek online (ojol) Affan Kurniawan serta kekecewaan terhadap perilaku elite politik yang dianggap nir-etik dan nir-empatik, merupakan ekspresi demokrasi yang sah.

"Aksi massa ojol, warga, dan mahasiswa terkait solidaritas maupun isu ketidakadilan itu masih sangat wajar dalam koridor demokrasi. Itu adalah bagian dari ekspresi demokrasi yang niscaya," ujar Umar kepada Memorandum, Senin 1 September 2025.

BACA JUGA:Pascaaksi Rusuh di Jatim, IKA Mahasiswa Muhammadiyah Menahan Diri

Namun, ia menekankan adanya perubahan drastis ketika aksi tersebut berujung anarkistis. Menurutnya, ada kekuatan tak terlihat yang sengaja memanfaatkan situasi untuk agenda tersembunyi.

"Ketika aksi massa berujung kekerasan dan anarkisme, ini sudah bukan ekspresi demokrasi lagi, melainkan demo crazy," tegasnya.

"Saya menilai ada invisible hand (tangan tak terlihat, red) yang bermain atau memanfaatkan situasi aksi massa yang awalnya murni ini untuk memperoleh keuntungan politik," lanjutnya.

Di sisi lain, Umar mengapresiasi respons awal pemerintah dan partai politik yang dianggap cukup positif dalam meredakan amarah publik. Meski demikian, ia menegaskan bahwa respons tersebut harus diikuti langkah konkret dan berkelanjutan.

BACA JUGA:Jaga Keamanan dan Ketertiban Surabaya, Warga Diimbau Perkuat PAM Swakarsa di Kampungnya Masing-Masing

Ia mendesak adanya penegakan hukum yang seadil-adilnya bagi semua pihak yang terlibat. Selain itu, ia juga menuntut ketegasan partai politik untuk menindak politisi yang menjadi sumber masalah.

"Politisi yang bermasalah harus ada tindakan tegas dari partai, jika perlu di-PAW (pergantian antarwaktu)," ujarnya.

Lebih jauh, Umar menyebut rentetan peristiwa ini sebagai pengingat keras bagi pejabat negara dan elite politik untuk segera melakukan evaluasi dan introspeksi.

BACA JUGA:Kajati Cup Jawa Timur 2025 Resmi Digelar

"Pejabat negara dan elite politik harus berbenah diri, menjaga ucapan, sikap, dan tindakan. Jangan sekali-kali menyakiti hati rakyat. Tunjukkan kerja nyata yang berpihak kepada rakyat," pesannya.

Sebagai solusi jangka panjang, ia menyarankan agar pemerintah dan parlemen membuka ruang deliberasi yang lebih luas dan intens bagi masyarakat dalam membahas persoalan kebangsaan. Dengan begitu, aspirasi publik dapat tersalurkan secara konstruktif tanpa berujung pada kekerasan di jalanan.

 

"Maka dari itu, aksi demokrasi, yes. Aksi demo crazy, no," pungkasnya.

Sumber:

Berita Terkait