DPRD Jatim Soroti Ketimpangan Anggaran Program Gizi di Wilayah
Wara Sundary Renny--
SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID – Meski prevalensi stunting di Jawa Timur (Jatim) turun dari 17,7% pada 2023 menjadi 14,7% pada 2024, jumlah balita yang mengalami gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis masih mencapai 430.780 anak. Kondisi ini terjadi karena ketimpangan program gizi yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Situasi tersebut menjadi sorotan Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim. Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim, Wara Sundary Renny, menyampaikan bahwa penanganan stunting tidak cukup hanya dengan menurunkan angka, tetapi juga memastikan pemerataan program hingga ke daerah yang paling membutuhkan.

Mini Kidi--
“Saat ini masih banyak ketimpangan, baik dalam hal anggaran maupun pelaksanaan program,” ujar Wara Sundary Renny Pramana, Sabtu 9 Agustus 2025.
Meskipun APBD Jawa Timur 2026 telah mengalokasikan anggaran signifikan untuk penurunan stunting, distribusinya belum merata antar daerah. Wara mencontohkan Kabupaten Jember dan Mojokerto yang memiliki prevalensi stunting tinggi, namun belum mendapat alokasi anggaran proporsional.
BACA JUGA:Angka Stunting di Surabaya Tersisa 255 Anak
“Harus ada evaluasi serius terhadap alokasi anggaran. Daerah dengan angka stunting tinggi semestinya menjadi prioritas utama dalam pembagian anggaran dan sumber daya,” tegasnya.
Politisi asal Kediri ini juga menyoroti perbedaan drastis capaian program antarwilayah. Kota Surabaya, misalnya, dengan pendekatan berbasis teknologi seperti aplikasi Sayang Warga, berhasil menurunkan angka stunting dari 28,9% pada 2021 menjadi 1,6% pada 2023. Sebaliknya, daerah seperti Jember dan Mojokerto masih tertinggal jauh.
“Kita bisa belajar dari Surabaya, bagaimana inovasi, kolaborasi lintas sektor, dan komitmen politik menghasilkan perubahan nyata. Tapi daerah lain perlu diberi kapasitas yang sama untuk meniru keberhasilan ini,” lanjutnya.
BACA JUGA:Stunting Turun, Reni Astusi: Ada Peran Kader Surabaya Hebat
Bunda Renny—sapaan akrabnya—juga menegaskan persoalan lain yang tak kalah penting adalah keterbatasan tenaga kesehatan terlatih, khususnya di daerah terpencil. “Hal ini menyebabkan rendahnya cakupan intervensi gizi spesifik dan sensitif di wilayah yang justru paling rentan,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya pelatihan dan pemberdayaan tenaga kesehatan lokal, termasuk kader gizi di masyarakat. “Kalau kita serius ingin menurunkan angka stunting, maka investasi SDM di lapangan adalah harga mati,” tegasnya.
Sebagai bentuk komitmen, Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur mendorong agar redistribusi anggaran penanganan stunting dimasukkan dalam Perubahan APBD 2025 yang saat ini dibahas bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
BACA JUGA:Fraksi Gerindra Dikeluhi Stunting di Jember Tinggi
Sumber:



